Bisnis Online, Bisnis Internet, Kursus Online membuat website dan bisnis internet
Kereta api
Sebuah pemandangan indah tersimpan dalam alam bawah sadar kita. Kita melihat diri kita sedang melakukan perjalanan panjang yang melintas benua. Kita berkelana dengan sebuah kereta api. Diluar jendela kita mereguk pemandangan mobil yang melaju di jalan raya, anak-anak melambaikan tangan di perempatan, sapi merumput di sisi bukit di kejauhan, asap menghembus dari pabrik, berpetak-petak sawah dan perkebunan teh, tanah datar dan lembah, gunung dan perbukitan, garis langit kota dan balai desa.
Tapi, yang paling kita pikirkan adalah tujuan akhir. Pada hari tertentu pada jam tertentu, kita akan masuk ke stasiun. Pengamen bermain gitar dan bendera berkibar. Begitu kita tiba disana, begitu banyak impian indah yang akan terwujud, dan bagian-bagian kehidupan kita akan bersatu sempurna seperti teka-teki gambar yang lengkap.
Dengan gelisah kita mondar-mandir di koridor, mengutuk orang yang membuang sampah dengan sembarangan, menunggu datangnya stasiun itu. Kalau kita sudah sampai di stasiun, semuanya pasti beres. Kita berseru, "Kalau aku sudah 18 tahun, kalau aku membeli mercedes Benz 450 SL baru, kalau aku sudah menyekolahkan anak bungsuku, kalau aku sudah melunasi hutang, kalau aku naik pangkat, kalau aku sudah pensiun, aku bisa hidup bahagia selamanya".
Cepat atau lambat, kita harus sadar bahwa tak ada stasiun, atau suatu tempat dimana kita tiba untuk terakhir kali. Kebahagiaan sejati kehidupan adalah perjalanan itu sendiri. Stasiun hanyalah mimpi. Stasiun akan selalu menjauh dari kita.
"Nikmatilah saat ini" adalah motto yang baik, terutama jika dipasangkan dengan "inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorak dan bersuka cita karenanya!" Bukan beban hari ini yang membuat orang menjadi gila, melainkan rasa penyesalan akan hari kemarin dan rasa takut akan hari esok. Penyesalan dan ketakutan adalah pencuri kembar yang merampok hari ini dari diri kita. Jadi, berhentilah mondar mandir di koridor dan menghitung jarak. Sebaliknya, kita harus mendaki lebih banyak gunung, makan lebih banyak es krim, lebih sering berjalan tanpa sepatu, mengarungi lebih banyak sungai, melihat lebih banyak, menangis lebih sedikit. Kehidupan harus dijalani sambil kita terus berjalan. Stasiun berikutnya akan segera tiba.
Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia
-
Video: Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia | TV
Kampung. Senjata tradisional adalah produk budaya yang lekat hubungannya
dengan s...
7 years ago