"Jgn selingkuh ya".
Satu lagi sms pendek dari Otong masuk ke inbox sms ponselnya Keken. Si ceking itu selalu aja bikin pesan singkat yang aneh-aneh. Emangnya aku ada potongan type cewek tukang selingkuh?, gerutu Keken dalam hati. Ndak ada potongan, kalau jahitan mungkin iya. Hehehe… Punya satu aja sudah susah ngurusnya, apa lagi kalau sampai punya lima cowok. Wah…. Keken memasukkan lagi ponselnya ke saku jacket. Malam ini cuaca di selat Sunda cukup cerah. Ada bulan, ada bintang, dan barisan awan tipis di langit utara. Dan ada sekotak kuaci di tangan Keken. Tadi sudah makan malam, jadi ndak perlu bawa bubur kacang ijo ke pagar deck. Cukup kuaci aja, merknya cap kuda terbang.
"Dasar laki-laki, selalu mau menang sendiri. Dulu, pertama ketemu, aku memang sudah begini. Masa’ itu terus yang dijadikan alasan", tiba-tiba terdengar suara seorang wanita menggerutu pelan, agak jauh di samping Keken. Sepertinya sedang menyudahi percakapan di ponsel. Keken jadi menghentikan sebentar acara ngunyah kuacinya. Lalu menoleh ke arah sumber suara. Seorang ibu, mungkin umur empat puluhan tahun. Ibu itu juga sudah melihat kearah Keken. Mereka berdua jadi saling tersenyum, basa-basi. Si ibu terlihat berjalan mendekati Keken, masih dengan senyumnya.
"Maaf ya, kalau tadi adik jadi terganggu", si ibu berkata pelan. Wajahnya sekarang terlihat jelas. Cukup cantik untuk perempuan yang sudah berusia empat puluhan.
"Ndak apa koq, bu. Saya cuma dengar yang terakhir tadi. Ibu tadi lagi ngomel ya?", Keken bertanya. Cewek itu sejenak jadi terkejut, koq aku jadi bertanya kayak gitu ya. Wis.., ndak apa, sudah terlanjur.
Si ibu hanya tersenyum dengan pertanyaan Keken tadi. Biasa, anak muda suka ceplas-ceplos. Anak-anaknya juga sering begitu. "Seperti yang adik dengar tadi", jawab si ibu sambil tertawa.
"O iya bu, saya Keken, dari Semarang mau ke Kotabumi. Lagi pulang kampung, nengok orang tua.", Keken mengulurkan tangan kanannya yang segera disambut oleh si ibu. Itu pasti gerak reflek.
"Saya Sundari, panggil aja bu Ndari. Kalau saya mau pulang ke Metro." Jawab bu Ndari. Wah.., ibu Ndari ini lumayan ramah, padahal tadi baru aja ngomel, ndak tau sama siapa, Keken memuji dalam hati.
"Dik Keken…", bu Ndari mulai bersuara lagi tapi keburu dipotong Keken, "Keken aja, bu".
"Ya..ya, lebih enak Keken aja. Apa Keken kerja di Semarang?", bu Ndari mencoba bertanya.
"Saya kuliah disana, sambil nyambi kerja freelance, kalau ada yang nawarin job", jawab Keken lalu menawarkan kuacinya pada bu Ndari. Ternyata bu Ndari juga lagi bawa kuaci. Mereka berdua jadi tertawa.
"Kerja freelance di bidang apa?", Tanya bu Ndari kepingin tau.
"Di periklanan, bu", jawab Keken.
"Oooo.., yang tampil di iklan kartu ponsel itu ya", bu Ndari mencoba menebak.
"Bukan, bu. Itu Luna Maya. Saya kerja di bagian grafis", jawab Keken agak terkejut.
"Lho…, bukan Keken toh? Habis, mirip sih"
Mirip?, batin Keken dalam hati. Koq si Otong ndak pernah bilang begitu ya. Pasti mata si ceking itu sudah rusak.
Setelah puas berbasa-basi, bu Ndari mulai bercerita tentang suaminya yang sering mengeluh karena bu Ndari masih tetap sibuk dengan usaha dagang buah-buahan. Bu Ndari punya usaha membeli buah-buahan dari para pemilik kebun buah di sekitar kota Metro lalu membawanya dengan mobil truck ke Jakarta. Usaha itu sudah dirintisnya sejak dia lulus SMA. Jauh sebelum bu Ndari menikah dengan suaminya yang sekarang mengusahakan ternak ayam potong.
Suami bu Ndari sering protes karena bu Ndari tetap sering mengikuti truck buahnya ke Jakarta. Bu Ndari nyetir mobilnya sendiri, bukan ikut naik truck, gitu ceritanya. Suaminya bilang anak-anak mereka perlu perhatian dari bu Ndari yang memang jadi jarang di rumah. Sebab setelah pulang dari Jakarta, bu Ndari membawa dagangan pakaian jadi untuk didrop di beberapa toko di Tanjung Karang. Bu Ndari sering menyadari masalah itu. Tapi dia merasa ndak bisa kalau hanya diam di rumah. Dia sudah terbiasa bepergian mengurus usahanya.
"Urusanmu itu kan bisa diserahkan pada orang yang bisa kamu percaya. Pilih siapa kek orangnya yang bisa ngurus itu. Ndak baik bu, kalau perempuan sering bepergian sendiri meninggalkan rumah", beberapa kali suami bu Ndari berkata seperti itu.
"Aku ndak percaya sama siapa-siapa, pak. Aku ndak mau jadi kayak pak Awang yang sekarang usahanya jadi bangkrut gara-gara terlalu percaya pada orang lain", bu Ndari membalas.
"Iya, pak Awang pacarmu itu ya", suami bu Ndari menutup pertengkaran dengan kalimat yang membuat bu Ndari jadi terdiam.
Keken tersentak kaget mendengar bagian itu dari mulut bu Ndari. "Bu Ndari pernah selingkuh?", dengan hati-hati Keken bertanya. Lalu melihat ke sekitar. Di luar deck itu hanya mereka berdua. Syukur deh.
"Kadang kita salah menyikapi perasaan kita. Dulu kami sempat kerja sama untuk dagangan pakaian jadi. Pak Awang lah orang yang pertama kali membimbing saya berdagang pakaian jadi. Dia orang baik dan telaten mengajari saya seluk-beluk berdagang pakaian jadi. Tapi kami jadi terseret ke arah hubungan yang lain. Selama setahun kami terseret hingga akhirnya istri pak Awang tahu. Pak Awang ndak dibolehkan lagi bepergian mengurus usaha dagangnya. Seorang adik istrinya yang selanjutnya menangani urusan dagangnya. Sejak saat itu kami ndak pernah bertemu. Suami saya tahu hubungan kami setelah istri pak Awang memberitahu melalui telepon. Kami jadi sering bertengkar. Bahkan suami saya pernah membalas dengan perbuatan yang sama. Saya hanya bersikap diam. Dengan perantara keluarga, kami bisa rukun lagi", bu Ndari bicara pelan, bahkan hampir tertutup suara ombak dibawah sana. Wajahnya berubah murung, tidak secerah beberapa menit lalu.
Selama satu menit mereka berdua terdiam. Keken jadi merenung. Hidup ini ndak selalu menawarkan kebaikan. Memang betul kalau ada yang bilang dunia ini hanya panggung sandiwara. Banyak aktor dan aktris yang bermain di panggung itu. Siapa yang jadi penonton? Ndak tau, emangnya gue pikirin, Keken berujar dalam hati.
"Bu Ndari dan suami sudah baikan lagi, kan?", Keken bertanya memecah kebisuan yang tercipta tanpa disengaja itu.
"Kami sudah bercerai dua tahun yang lalu".
Jawaban itu jadi ending cerita yang bikin Keken jadi terkejut. Keken tahu, perselingkuhan memang sangat sulit untuk dimaafkan. Selalu jadi alasan yang tepat untuk saling membenci dan ndak saling percaya.
"Ken, ibu mau ke mobil dulu ya. Sudah ngantuk", bu Ndari pamitan menyudahi percakapan itu. Lalu masuk ke deck dan menuruni tangga penumpang. Keken hanya mengangguk mengiyakan.
Gadis itu lalu menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya, seraya berdoa pelan. Mudah-mudahan aku ndak mengalami yang seperti itu. Malam yang cerah ini tiba-tiba jadi terasa aneh. Keken jadi teringat sesuatu. Dia belum membalas sms dari Otong. Dikeluarkannya ponsel dari saku jacket. Dan mulai mengetik sms balasan untuk Otong.
"Tong, awas ya klo kmu smpe SELINGKUH!!!".
Sumber : johansite.com
Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia
-
Video: Keris dan asal-usul senjata tradisional ini di Indonesia | TV
Kampung. Senjata tradisional adalah produk budaya yang lekat hubungannya
dengan s...
7 years ago